Ibu Rumah Tangga=Pembokat?

Hari itu malam. Aku sedang menyiapkan makan malam. Sebelum menyiapkan makan malam tadi, aku sempat mencek emailku. Karena aku menggunakan fasilitas yahoo beta, maka saat membuka email sekaligus yahoo messengerku ikut aktif.

Karena aku mesti ke dapur, aku meninggalkan yahooku tanpa menekan tombol keluar. Suami menyelinginya beraktivitas di depan komputer. Juga menunggu makan malam siap disajikan.

“Fey, ada teman yang nyapa” terdengar suami berkata dari depan komputer.

“Siapa mas?”

“Si A” jawab beliau.

“Jawab aja mas” pintaku. Lagi tanggung untuk meninggalkan urusan dapur.

Beberapa saat mas yang menjawab pertanyaannya, tentu menyesuaikan dengan bahasa yang biasa kugunakan 🙂 Jawaban yang mas ketikkan di ruang chattingpun juga berdasarkan jawabanku. Mas mengulang pertanyaan temanku, aku menjawabnya, dan akhirnya mas lagi yang mengetikkannya. Begitulah.

Selesai aku menyiapkan makan malam, kamipun bersantap. Sempat terhenti obrolan dengan si teman. Setelah selesai urusan dapur, kucoba meneruskan percakapan kami.

“Lagi di mana ” tanyaku. Perkiraanku dia masih dikantor. Mungkin menunggu jam macet Jakarta usai.

“Di rumah. Sekarang kan udah jadi pembokat. Tidak kerja lagi” begitulah kira-kira jawabannya.

Aku diam. Kucerna baik-baik jawabannya. Aku tahu dia sudah menikah. Aku tahu dia sedang hamil. Tapi, aku baru tahu dia sudah keluar dari pekerjaannya.

“Jadi ibu rumah tangga kan juga enak” kucoba untuk bercanda. Setelah mengobrol sebentar, akhirnya aku memilih menyudahi percakapan kami.

Sejujurnya aku sedih dengan pilihan kata yang digunakannya. Pembokat. Masih ada kata yang lebih menyejukkan hati. Full time mother. Ibu rumah tangga.

Bukankah bukan sebuah kehinaan dengan pilihan menjadi ibu rumah tangga? Bukankah masih banyak aktivitas yang bermanfaat yang bisa dilakukan saat berada di rumah atas nama “ikut suami”?

Aku tercenung. Membandingkan dengan beberapa teman-teman yang juga memilih keluar dari pekerjaannya, tentu dengan beragam alasan dibalik pilihan itu. Melahirkan. Pekerjaan tidak sesuai lagi dengan hati nurani. Bedanya, teman-temanku ini berusaha tetap menjadi kreatif dengan berada di rumah.

Bagiku, satu hal yang membedakan. Ada teman yang memilih keluar dari pekerjaannya karena “terpaksa”. Ada teman yang memang sukarela mengeluarkan dirinya dari pekerjaan terdahulunya. Mungkin, pemilihan alasan inilah yang membedakan penyikapan atas pilihan yang telah diambil. Mungkin.

@campus, Feb 2010

Ps: tulisan ini didedikasikan untuk teman-teman yang memilih berada dirumah, Retno mamanya Hana-chan, mbak ugik, sinta dan yang lain. Aku juga menyukai profesi itu:)

22 pemikiran pada “Ibu Rumah Tangga=Pembokat?

  1. iya, sekarang ini susah sekali mencari baby sitter dan khadimat (pembantu) yang cocok agar para ibu bisa tetap bekerja. So, Pilihan akhirnya adalah menjadi full time mother

  2. Wah… saya malah bercita-cita jadi full time mother, maksudnya berkreasi dan berkarya dari rumah. insya Allah..
    Semoga teman mbak fety bisa menikmati peran mulianya..

  3. wah, saya juga pernah, menikah kemudian memutuskan berhenti bekerja. karena pekerjaan nya udah gak sesuai lagi, jam kerja yang tidak tentu dsb. makanya saya keluar.. dengan ikhlas, dan atas kemauan sendiri.

    kalo pun akhirnya saya bekerja lagi, itu juga atas dukungan suami.
    bekerja ato tidak, bukan menjadi msalah ketika ada komunikasi dengan pasangan.
    dan menjadi full time mother adalah pilihan, sekaligus pekerjaan yang paling mulia.

  4. saya pikir klu laki-laki menjadi pembongkat itu hal yang paling jatuh banget….
    kan masih bannyak yang di luar sana yang bisa di kerjakan dengan keahlian atau pun dengan modal tekat saja…..

  5. Kalau kelak nanti aku jadi istri… pengennya minta keikhlasan suami tuk mengijinkanku bekerja diluar rumah 🙂
    Sebenarnya aku merasa amazing banget sama teman2ku yang jadi full time mother, betapa bahagianya mereka menjadi ibu yang dapat menangani kegiatan rumah secara full dan mengawasi pendidikan putra/putrinya, yang mana hal ini mungkin agak sulit untuk dilaksanakn oleh ibu yang bekerja.
    Full time mother is good 🙂

  6. ibu rumah tangga adalah profesi paling luar biasa di dunia ini, di tangannyalah lahir generasi-generasi tangguh pilihan, dan dialah pendukung utama sukses suami dan keluarga…

    katakan pada orang2….AKU BANGGA MENJADI IBU RUMAH TANGGA….

  7. status yang paling mulia bagi seorang wanita adalah menjadi ibu yang baik dan bijak, saya pribadi lebih setuju jika istri jadi full time mother daripada harus bekerja lagi setelah menikah…

    salam hangat

  8. teman-teman terima kasih untuk komentarnya. Tulisan ini hanya gumaman fety saja. Tidak bermaksud merendahkan profesi para asisten rumah tangga. Hanya ingin menyuarakan suara hati mengapa kita tidak memilih kata yang lebih menyejukkan hati saat mengucapkan sesuatu. Hanya itu. Lain kali komentar lagi yah 🙂

  9. Hi Mbak … permisi ikutan nimbrung.
    Mungkin untuk ibu-ibu yang ‘terpaksa’ keluar kerja bukan karena kemauannya, perasaan ‘tidak enak hati’ and the worst menganggap dirinya pembokat is unavoidable. Mungkin terbiasa sibuk, suddenly harus mengerjakan kegiatan domestik (yang kalau dipikir2 gak kalah repotnya). It takes some process sebelum everything’s gonna be okay. Mungkin saya sok tau ya karena belum pernah pada posisi tersebut, hanya sekedar share dari pengalaman temen saya yang saya ikuti dari masa garuk2 aspalnya sampe menemukan ide kreatif untuk sekedar menambah her own petty cash.

    Salam kenal mbak 🙂

  10. teman mbak Fety memandang terlalu sempit pekerjaan ibu rumah tangga. Bisa jadi karena dia bosan menjadi ibu rumah tangga, atau pilihan menjadi ibu rumah tangga dijalani karena terpaksa

  11. Temanmu mungkin masih syok dengan statusnya yang baru….sehingga merendahkan diri seperti itu.
    Ibu rumah tangga adalah jabatan yang terhormat, betapapun sibuknya bekerja, saya dan teman-teman mengupayakan cuti jika anak mau ujian supaya bisa menunggui.
    Dan jika ibu masak, anak-anak akan menghabiskannya.

    Dan pembantu bukan jabatan rendah lho…lha si mbak di rumahku rata2 sudah bekerja lebih dari 10 tahun, kamarnya punya TV sendiri, kamar mandi sendiri…bisa mengetik, menyopir dan kami anggap sebagai bagian keluarga

  12. Wah saya sedih sekali mendengar kata seperti itu, bahkan Ibu saya yang tidak tamat SD pun tak pernah mengatakan hal itu, bahkan ia berusaha untuk kreatif dengan membuka usaha Menjahit baju untuk membantu nafkah keluarga. Semoga Allah memberi hidayah untuk teman mbak fety. Amiin

  13. waks? ibu rt = pembokat?
    duuuh… ibu kandung saya full time mother lho….
    setelah melahirkan abang saya beliau keluar dari pekerjaannya dan jadi full time mother, sampai usia senjanya sekarang.
    betul. nothing wrong with full time mother. justru itu pekerjaan yang sangat mulia. me-menej bahtera rumah tangga, mengurus dan mendidik anak2 -dibawah pimpinan sang nakhoda, alias suami tentunya- 🙂
    jadi full time mother adalah cita2 saya yang masih tertunda….

  14. ibu rumah tangga itu posisi yg sangat penting dalam keluarga, terutama di mata anak. banyak sekali anak yg membanggakan ibunya. bahkan mnrt saya, peran ibu di balik keberhasilan anak itu lebih besar dari peran ayah.

    jika ibu memandang dirinya rendah, dampaknya sangat buruk buat anak2nya dan dirinya sendiri. anak2 akan melihat diri mereka rendah. dalam jangka panjang, anak2 bisa memiliki self-esteem yg rendah. kita ga hidup buat diri kita aja loh.. selalu ada konsekuensi yg dirasakan orang lain akibat keputusan kita.

    salam kenal yah! 😀

  15. waduh, mudah2an teman fety ini segera menemukan “jalan yang benar”, mksudnya berubah ke pemikiran yg positif 😉 sejatinya seorang wanita adalah ibu rumah tangga. berkarier hanyalah appresiasi diri atau menyokong pendapatan keluarga…
    btw, pembokat itu terdengar kasar ya? pembantu pun kurang halus. sekarang teman2ku menyebut profesi pembantu dengan asisten rumah tangga.

  16. kalau saya mendengar jawaban seperti itu terhadap profesi ibu rumah tangga, bukan sedih, tetapi kasihan pada temannya Mbak Fety.
    Ternyata aktivitas seorang ibu rt hanya sebegitu saja yang difahaminya.
    Dia tdk memahami bagaimana mulianya seorang ibu rumah tangga , nothing wrong with full time mother.
    Saya sendiripun, meninggalkan pekerjaan dgn mengajukan pensiun dini, krn saya ingin sekali menjadi full time mother, padahal pekerjaan saya dulu sangat menyenangkan, saya mengistilahkannya ” disuruh jalan2 tapi dibayar ”. (apa gak kurang enak?).
    Dan, ada satu hal yg juga hrs difahami, bahwa seorang pembokat adalah ibarat asisten bagian dalam yg membantu mengatasi permasalahan di rumah, sementara kita berada diluar rumah, jadi bukan pekerjaan yg hina. Buktinya, kalau mereka mudik, apa kita gak pontang panting ?
    Maaf Mbak, komen saya terlalu panjang.
    salam hangat utk keluarga.
    salam.

Tinggalkan Balasan ke anna Batalkan balasan