Pengalaman pertama outing bersama 2F

Selalu ada pengalaman pertama dalam hidup. Bersama dengan F1, ada pengalaman pertama berdua saja di Jepang, sambil ibu menyelesaikan sekolah. Pengalaman pertama juga membawa F1 saat seminar dan sendirian. Maka, mengikuti field trip TK F1 hari Kamis, 22 Februari 2018, ke taman safari dengan membawa F2 dan tanpa ayahnya 2F adalah pengalaman pertama outing bersama 2F tanpa ayahnya. Rasanya nano-nano dan capek luar biasa.

Sebenarnya jadwal field trip F1 sudah keluar satu bulan sebelumnya. Saat field trip TK kelas A, F1 ditemanin ayahnya, sehingga aktivitasku bersama F2 tidak ada yang berubah. Nah, field trip kelas B ini, waktunya bertepatan dengan jadwal ayah 2F dinas luar dan tidak bisa diganti. Ayah 2F juga tidak mungkin izin karena tanpa kehadiran beliau di pertemuan 3 hari ini maka pertemuan tersebut tidak akan jalan karena beliau ketuanya.

Alternatif lain sebenarnya, F2 tetap dititipkan di daycare. Sebelum jadwal rinci field trip keluar sebenarnya sudah meminta ijin Oma kepala daycare untuk bisa mengantarkan F2 pagi-pagi dan menjemputnya malam sekali. Tetapi, setelah jadwal rinci fieldtrip keluar akhirnya luluh lagi pertahanan untuk nitipin F2 di daycare hari Kamis itu. Belum terbayangkan bagaimana pagi-pagi sekali harus mengantarkan F2 ke daycare terus menjemputnya malam sekali, karena di jadwal yang diberikan oleh TK F1, keberangkatan dari titik kumpul pukul 6 pagi, dan kembali lagi ke titik kumpul pukul 8 malam. Belum estimasi waktu pulang yang telat dengan berbagai alasan.

Akhirnya diskusi lagi dengan ayahnya 2F, dan menguatkan hati untuk membawa 2F ke acara field trip tersebut meskipun ayahnya tidak menemani. Allah masih Maha Baik, alhamdulillah pas waktu field trip itu adalah waktu haid, jadi tidak perlu memikirkan bagaimana 2F saat tiba waktu sholat.

Baca lebih lanjut

Hutang; janji yang disepelekan

Hari itu Sabtu. Seperti pagi Sabtu biasa, jadwal pertama di pagi hari adalah membeli nasi kuning di bude langganan. Pagi itu, F2 ingin diajak. Aku dan F2 akhirnya pergi ke Bude langganan untuk membeli nasi kuning. Selesai membeli nasi kuning, di perjalanan menuju ke rumah, singgah sebentar di tukang sayur langganan.

Banyak ibu-ibu yang juga memulai rutinitas pagi di tukang sayur langganan. Aku menggendong F2, sambil menunggu antrian untuk membeli ayam.

Di depanku.

Seorang ibu seusia ibuku. Berdaster lengan pendek dengan panjang daster selutut. Memilih-milih ayah.

“Ini ayam setengah berapa?”, tanya beliau sambil menunjuk ayam yang sudah dalam kondisi setengah potong memanjang.

“19.000”, jawab ibu sayur.

“Mau yah”

Ibu sayur segera memotong ayam tersebut, menjadi empat potong, bagian atas, leher, bagian paha dan ceker.

“Masukin semua, gak usah dipotong lagi. Untuk soto”, jelas si ibu kepada ibu sayur.

“Satu lagi. sama bihun jagung”, ujar si ibu.

Ibu sayur segera mengambilkan pesanan si ibu.

“Berhitung yah. Ayam 19.000. Bihun jagung 4000. Semuanya 23.000”, kata ibu sayur.

“Ini uang 12.000. 11.000 lagi utang yah”, kata si ibu mengansurkan uang 12.000 ke ibu sayur.

Baca lebih lanjut

Menjelang F1 masuk SD

Oktober 2017, F1 menjadi anak 6 tahun. Sekarang TK B. Juli 2018, Insya Allah masuk SD. Sejak Juli 2017, saya survei di 2 SDIT di dekat kantor. Juga bertanya-tanya dengan teman-teman dekat yang menyekolahkan anaknya di dua SDIT tersebut. Sktr bulan Juli dan bulan Agustus 2017, saya survei langsung ke sekolahnya, melihat kondisi kelas, jalannya pembelajarannya dan bertanya dengan Kepseknya langsung.

Untuk SD F1, kami menginginkan SD dengan kriteria;

1. SDIT

2. Di dekat kantor saya dan rumah.

3. Aktivitas sekolah maksimal sholat dzuhur berjama’ah

4. Uang pangkal dan SPP-nya sesuai dengan budget kami

5. Aktivitas pembelajarannya sesuai dengan karakter F1

F1 itu anaknya butuh waktu agak lama untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. F1 memang sudah mempunya fokus saat mengerjakan sesuatu hingga selesai, tetapi dia kadang masih ingin punya ruang untuk bergerak.

Akhirnya, saya dan suami memilih SDIT di Pamulang. Tesnya pekan pertama Januari. Pendaftaran dimulai awal Desember.  Untuk menyiapkan F1 saat tes observasi, saya bertanya-tanya dengan guru dan beberapa teman yang sudah menyekolahkan anaknya di sana. Setelah mempunyai gambaran seperti apa tes observasinya, hampir setiap hari saya bercerita ke F1 saat tes nanti ngapain. Dan diiringi dengan kalimat pamungkas “nanti saat tesnya, gak sama ibu ayah yah. F1 bersama teman-teman baru dan guru mengikuti semua aktivitas tes.” Deg-degan sebenarnya, takut F1 ngambek dan gak mau ditinggal.

Baca lebih lanjut

Good bye 2017, Welcome 2018

Tahun 2017 sudah berlalu. Selamat datang 2018. Tahun yang dimulai dengan niat sebagai tahun menulis dan membaca kembali, apapun ini, karena sejatinya 3 tahun terakhir adalah tahun-tahun dengan kemalasan menulis dan membaca pada level yang paling parah bagi seorang yang pernah menuliskan hobinya adalah menulis dan membaca.

Semoga, wish me luck!

Dokter Anak 2F

Salah satu PR saat kembali ke Indonesia adalah mencari dokter anak untuk F1. Saat di Jepang, dokter anak F1 hanya 2. Dokter 1 untuk semua kondisi saat F1 sakit. Dokter 2 untuk imunisasi F1 yang sering bareng sekali datang.

Nah, saat balik ke Indonesia, pencarian dokter anak ini juga dengan jalan yang panjang, dan akhirnya memutuskan untuk kondisi sakit 2F dibawa ke dr. Najib Advani. Sebelum tiba pada keputusan ini, 2F pernah ke beberapa dokter.

  1. Dokter 1 di RS BH, karena antriannya yang panjang akhirnya tidak jadi konsultasi.
  2. Dokter 2 di RS H, F2 seingatku dibawa ke sini 2 kali dengan dokter 2 ini. Di kali kedua, saat itu F2 diare berdarah dan berlendir. Akhirnya dibawa ke sini, setelah konsultasi diberilah obat dan vitamin dengan harga yang lumayan. Selang 3 hari, F2 tidak sembuh. Meskipun sudah dibekali surat pengantar ke IGD, akhirnya lebih memilih membawa F2 ke dr. Najib, alhamdulillah berangsur-angsur sembuh
  3. Dokter 3 di RS M, ini saat F2 panas tinggi setelah iminusasi campak. Yang disalahkan adalah ibunya, mengapa anaknya diimunisasi di bidan dalam keadaan pilek walaupun tidak demam. Akhirnya dikasih obat. Di rumah saat diminumkan obat ini, F2 gak mau padahal F2 ini adalah tipe yang segala obat mau-mau saja. Penasaran, akhirnya saya coba obat itu dan ternyata obatnya pahit banget. Akhirnya F2 dibawa lagi ke dr. Najib, gak ada pernyataan menyalahkan ibunya F2, dan juga imunisasi campaknya. Alhamdulillah F2 berangsur-angsur sembuh.
  4. Dokter IGD di RS S, yang ini berganti-ganti dengan 2 dokter. Sejauh ini untuk kondisi darurat masih bisa dipertimbangkan karena dekat rumah.

Tentang dr. Najib ini, kalau bagi saya, yang agak gak enak itu jam prakteknya 🙂 Dari rumah kalau naik mobil bisa 30 menit-1 jam. Dari kantor kalau pulang kerja langsung ke praktek beliau bisa sampai 1.5 jam. Praktenya pagi sekali (06.00-08.00) atau sore sekali (18.00-21.00) karena siang hari beliau masih ngajar di RSCM. Dokternya tegas dan enak kalau ditanya-tanya. Ngasih obatnya juga irit dan porsinya kecil. Alhamdulillah selama ini 2F cocok dengan beliau. Kesenioran beliau dalam dunia kedokteran selalu mengingatkan ke dokter 1-nya F1.