[SPdIJ] Saat Fatah Sakit

Minggu pertama bulan April 2012, Fatah sakit untuk pertama kalinya. Sepertinya sakit Fatah ini disebabkan oleh akumulasi bertemu dengan lingkungan baru karena Fatah mulai sekolah, Fatah mulai mengecap MPASI dan perubahan cuaca. Alhasil, suhu tubuh Fatah meningkat hingga lebih 39 derajat Celcius di malam Sabtu, 7 April 2012. Suhu tubuh Fatah setinggu itu kuukur saat jarum jam menunjukkan sekitar pukul 1.30 pagi. Akhirnya, malam itu segera mengompres Fatah dan dengan bantuan ayahnya, kami melakukan skin to skin contact.

Pagi harinya suhu tubuh Fatah masih berkisar di 38.8 derajat Celcius. Asumsi kami sebagai orang tua Fatah mau batuk pilek. Sebenarnya cukup merasa tenang jika penyebabnya batuk pilek, tetapi ada juga perasaan was-was demam ini disebabkan oleh suntikan BCG. Ada sedikit benjolan kemerah-merahan dengan isi sedikit nanah di suntikan BCG yang dilakukan di tanggal 22 Februari 2012 itu.

Tetapi, aku yakin suntikan BCG itu tidak apa-apa karena pernah melihat gambar yang ditunjukkan oleh petugas imunisasi kalau benjolan itu memang akan muncul di beberapa minggu setelah vaksinasi. Untuk memastikan penyebab demam tinggi yang datang tiba-tiba itu, akhirnya aku dan suami memutuskan membawa Fatah ke dokter hari Sabtu itu juga.

Sesampainya di klinik dokter anak di dekat rumah, Fatah langsung diminta tes influenza. Sebenarnya musim sakitnya influenza pada anak-anak di Jepang saat musim dingin. Secara teori, di awal April yang berarti sudah masuk ke musim semi tidak ada lagi wabah influenza.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Fatah diperiksa secara keseluruhan. Alhamdulillah demamnya Fatah bukan karena suntikan BCG, influenza atau radang. Penyebab demamnya adalah karena batuk pilek.

Dari dokternya Fatah diresepkan parasetamol dan satu jenis obat lagi. Obat yang satu ini aku tidak berhasil mengetahuinya untuk apa meski juga sudah bertanya dengan salah satu teman yang juga adalah seorang dokter. Tapi, tetap ada rasa percaya di hati dengan resep dokter ini karena beliau hanya meresepkan parasetamol  0.8 mg untuk Fatah yang berat badannya sekitar 7.5 kg. Padahal setahuku untuk demam di atas 38.3 derajat celcius dosis pemberian parasetamol untuk anak sekitar 10-15 mg/kg bb bayi.

Sepulang dari klinik dokter, kami bertiga langsung pulang ke rumah. Rencanaku obatnya mau dibeli di apotek dekat rumah seusai makan siang karena sekalian ke luar rumah untuk belanja mingguan.

Seusai makan siang, aku pergi ke apotek dekat rumah sendirian. Fatah yang sedang tidur dijaga oleh suami. Ternyata, apotek dekat rumah tutup saat sore hari. Dengan sepeda, akhirnya aku menuju ke apotek lain yang juga masih berada di sekitar apato. Ternyata juga sudah tutup di siang hari. Kembali aku menuju ke sebuah supermarket di dekat rumah yang mempunyai apotek dan melayani resep dokter. Terjadilah percakapan antara aku (A) dan pelayan toko (B) di bawah ini.

A : Maaf, saya mau membeli obat sesuai dengan resep dokter ini.

B : Oh, apoteknya udah tutup. Kebanyakan apotek di sekitar sini udah tutup kalau di Sabtu siang.

A : Oh gitu.

B : Iya, karena rumah sakit juga tidak melayani hingga sore bukan? *bertanya retoris*

A : Oh gitu yah. Tahu tidak apotek yang masih buka hingga sore di hari Sabtu ini?

B : Coba pergi aja ke dekat stasiun Nishi Chiba.

A : Baiklah *membayangkan mesti mengayuh sepeda sekitar 15 menit untuk menuju stasiun Nishi Chiba :(*

Alhamdulillah baru sekitar 5 menit mengayuh sepeda aku menemukan toko obat yang masih buka di Sabtu sore itu. Alhamdulillah lagi tertulis di depan tokonya kalau toko obat itu melayani resep dokter. Kumasuki toko obat itu.

Aku (A) : Saya mau menebus resep dokter ini. Bisa? *sambil menunjukkan kertas resep dokter*

Petugas toko obat (B) : Oh, bisa. Sebentar ya. *berbincang dengan istrinya*

Tak lama kemudian.

B : Resep yang pertama ada. Resep yang kedua tidak ada di sini.

A : Kalau saya menebus resep yang pertama aja di sini, bisa? Hari Senin saya cari lagi resep yang kedua di apotek yang lain.

B : Oh, tidak bisa. Tahu toko obat di dekat stasiun Chiba?

A : Hmm, yang mana yah *sambil membayangkan mesti mengayuh sepeda lagi sekitar 20 menit ke stasiun Chiba :(*

B : Oh, sebentar saya telpon dulu yah apoteknya. *langsung menelponkan apotek di dekat stasiun Chiba*

      Oh tidak ada ternyata *berbicara kepada istrinya*

Isti pemilik toko obat (C) : Coba kita telpon lagi apotek D *berbicara kepada suaminya*

B : Ok.

C : Di apotek D juga tidak ada obat yang kedua *berbicara kepada suaminya*

B : Coba telpon lagi apotek E *berbicara kepada istrinya*

C : Ok  *langsung menelpon lagi*

     Tetap tidak ada. *berbicara kepada suaminya*

B : Obat kedua ini di beberapa apotek sudah tidak ada lagi. Kalau kita ganti dengan obat yang lain yang sama manfaatnya gpp? *bertanya ke aku*

A : *berfikir sebentar* Obat yang kedua ini untuk apa yah?

B : Untuk ingus. Anaknya lagi ingusan kan yah?

A : Oh yah. Anak saya lagi ingusan. Gak apa-apa di ganti dengan yang lain *aku hanya membutuhkan parasetamolnya. Untuk ingus Fatah biasanya kami menggunakan buah pala.*

B : Tunggu sebentar yah.

Setelah menunggu sekitar 10 menit.

B : Kalau masih harus pergi lagi ke tempat lain, gak apa-apa. Obatnya baru bisa selesai diracik sekitar 30 menit lagi. Kalau obatnya sudah siap nanti saya telpon. Tolong tulis nama, alamat dan nomor telepon di sini.

A : Oh gitu, kalau nanti yang ngambil obatnya suami saya, boleh?

B : Boleh *tersenyum*

A : Terima kasih *sambil membungkukan badan sedikit ala orang Jepang kalau berterima kasih*

Akhirnya aku menuju supermarket di dekat rumah dulu sebelum pulang. Saat belanja, ada telpon dari pemilik toko obatnya yang mengabarkan obatnya sudah bisa diambil. Segera aku pulang dan gantian dengan suami menjaga Fatah.

Setelah aku sampai di apato, suami segera bersiap dan mengayuh sepeda menuju toko obat. Tidak berapa lama, suami pulang dengan menenteng obat dan buku untuk rekam medik obat-obat yang Fatah konsumsi. Kata suami buku ini gratis didapatkan di toko obat itu.

Alhamdulillah, akhirnya bisa mendapatkan obat untuk Fatah. Karena sistem asuransi di Jepang umumnya dan di Chiba khususnya, biaya Fatah berobat ke dokter dan biaya menebus obat di apotek menjadi 0 yen alias gratis. Alhamdulillah.

@kampus, April 2012

17 pemikiran pada “[SPdIJ] Saat Fatah Sakit

  1. salam kenal mbak Fety …

    bagaimana keadaan dek Fatah? moga sekarang dah sehat dan ceria lagi yaaaa. Lagi pergantian musim siy yah di jepang … April emang biasanya musim2 sakit.

  2. well yes…. apotik di sini mengikuti jam operasi RS. Jadi harus diperhatikan. Kecuali RS yang ada UGDnya biasanya di dekat-dekat situ ada apotik yang menunjang (buka sampai larut). Ngga pakai penurun panas yg dari anus ya? Kalau 38,5 biasanya aku kasih zayaku itu, jadi selalu ada persediaan di lemari es.

      • Za= duduk yaku = obat , obat yang masuk ke dubur. bentuknya ya spt kaplet dilapis lilin, karenanya harus disimpan di lemari es. Musti pake resep dokter, minta aja bilang untuk persiapan kalau demam. Tapi biasanya ngga dikasih banyak, paling 3 biji. 1 biji untuk 8 jam, pemakaiannya juga menurut berat badan bayi.

  3. Alhamdulillah, fatah sudah pulih kembali.
    Insya Allah fatah kuat menghadapi setiap perubahan lingkungan.
    sakit itu bikin fatah menjadi lebih tangguh lagi, amiin.

    • Alhamdulillah sudah, mbak Mayya 🙂 Yang dipakai adalah buah pala yang sudah dihaluskan mbak. Dicampur dengan air, lalu dilekatkan di ubun-ubunnya. Untuk Fatah, dengan cara ini ingusnya cepat sekali jadi mengental, sehingga bisa kita ambil dengan cutton bud.

Tinggalkan komentar